Kamis, 03 Maret 2011

argentometri laporan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi berdasar pembentukan endapan dengan ion Ag+. Salah satu cara untuk menentukan kadar asam-basa dalam suatu larutan adalah dengan volumetri (titrasi). Volumetri (titrasi) merupakan cara penentuan kadar suatu zat dalam larutannya didasarkan pada pengukuran volumenya.
Berdasarkan pada jenis reaksinya, volumetri dibedakan atas :
1. Asidimetri dan alkalimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi netralisasi asam-basa.
2. Oksidimetri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi oksidasi-reduksi.
3. Argentometri
Volumetri jenis ini berdasar atas reaksi kresipilasi (pengendapan dari ion Ag+).
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3). Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat ditentukan. (Al.Underwood,1992)
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan AgNO3 yaitu :
1. Indikator
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi. Syarat indikator untuk titrasi pengendapan analog dengan indikator titrasi netralisasi, yaitu :
1. Perubahan warna harus terjadi terbatas dalam range pada p-function dari reagen /analit.
2. Perubahan Warna harus terjadi dalam bagian dari kurva titrasi untuk analit. (skogg,1965)
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan praktikum ini untuk menentukan konsentrasi sampel AgNO3 dengan cara titrasi pengendapan dan menentukan pembakuan larutan natrium klorida dan perak nitrat serta menentukan analisa sampel.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsipnya adalah berdasarkan pada reaksi pengendapan zat yang akan dianalisa (Cl- dan CNS) dengan larutan baku AgNO3 sebagai penitrasi dengan cara Mohr, Volhard, dan Fajans. Dan teknik pengendapan untuk memisahkan analit dari pengganggu-penggangunya sehingga diperoleh bentuk yang tidak larut/kelarutannya kecil sekali


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990)
Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion.
AmBn → Ma++ Nb-
Hasil kali kelarutan = (CA+)M × (CB-)Ntitrasi argentometri adalah titrasi dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida maka mula-mula akan terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut membentuk larutan kompleks yang stabil .
AgNO3 + 2 KCN → K(Ag(CN)2) +KNO3
Ag+ + 2 nn- → Ag(CN)2
Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut membentuk senyawa kompleks yang tak larut .
Ag+ (Ag(CN)2)- → Ag(Ag(CN)2)
Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent. salah satu kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak sianida yang diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari titik ekuivalen, sangat lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama.
Titrasi Pengendapan
• Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-oksidasi (redoks)
• Kesulitan mencari indikator yang sesuai
• Komposisi endapan seringkali tidak diketahui pasti terutama jika ada efek kopresipitasi
Kelarutan = konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu pelarut pada suhu tertentu.(dalam keadaan setimbang).
Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara terus menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan.
Faktor yg mempengaruhi kelarutan
1 SUHU
2. SIFAT PELARUT
3. ION SEJENIS
4. AKTIVITAS ION
5. pH
.6 HIDROLISIS
7. HIDROKSIDA LOGAM
8. PEMBENTUKAN SENYAWA KOMPLEKS
            Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik. Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam keadaan larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki kelarutan kecil (mis. Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah terlebih dahulu didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak arut dalam pelarut organik. Air memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation dan anion membentuk ion hidrat. Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+, energi yang dibebaskan pada saat interaksi ion dengan pelarut akan membantu meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka padat endapan. Ion-ion dalam kristal tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarut organik, sehingga kelarutannya lebih kecil daripada kelarutan dalam air. Pada analisis kimia, perbedaan kelarutan menjadi dasar untuk pemisahan senyawa. Contoh : campuran kering Ca(NO3)2 + Sr(NO3)2 dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut, sedangkan Sr(NO3)2 tidak larut. Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan yang mengandung ion sejenis. Mis. pada AgCl, [Ag+][Cl-] tidak lebih besar dari tetapan (Ksp AgCl = 1x10-10)di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1x10-5 M; jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 1x10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 1x10-6 M, kanan sesuai arah : Ag+ + Cl- AgCl Ke dalam endapan terjadi penambahan garam, sedangkan jumlah Cl- dalam larutan menurun.

Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan :

1) menyempurnakan pengendapan

2) pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan

Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya koagulasi menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan sampai titik akhir tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada cairan supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir. Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar (Underwood, 1986).
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada penukaan (Khopkar, 1990).
Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut terdapat pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan, yaitu turunan krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan indikator reduksi oksidasi dan memberikan perubahan warna yang reversibel dengan brom. Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan kuning pada suasana basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I" dengan ion Ag+. Kongo merah adalah indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990).
Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan. Indikator ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi. Perubahan warna yang disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada permukaan berjalan baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna adsorpsi tidak begitu jelas jika endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan indikator tersebut karena koagulasi. Koloid pelindung dapat mengurangi masalah tersebut. Indikator-indikator tersebut bekerja pada batasan daerah-daerah pH tertentu juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada keadaan yang sesuai dengan peristiwa adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel, 1990).
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan
Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter yang penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks, dan lain-lain (Khopkar, 1990).
Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika lanitan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan (Vogel, 1990).
Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya (Vogel, 1990).
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi (Vogel, 1990). Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan (KSP) harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:
a. Metode Mohr
Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl, dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO sebagai indikator. Titik akhir titrasi ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat. Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N. (Alexeyev,V,1969)
Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran, sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.
Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:
Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)
Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:
2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)
Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag2O sehingga titran terlalu banyak terpakai.
2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)
Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72- karena reaksi
2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)
Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul endapannya atau sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.
b. Metode Volhard
Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)
Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)
SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)
Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna.
Karena titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard, titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag+ dan SCN- sedang untuk anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X- ditambahkan Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi pula dengan endapan AgX:
Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s)
Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s)
SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq)
Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga titik akhirnya melemah (warna berkurang).
Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang, karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi itu saling mempengaruhi.
Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab garamnya larut dalam keadaan asam.
c. Metode Fajans
Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak. Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan, fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).
HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)
Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).
Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan dimana masih ada kelebihan ion X- dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X-; menjelang titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl- dan menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga macam perubahan diatas, yakni
(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan menggumpal
(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih
(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya (fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.
Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya. Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk koloid yang juga harus dengan cepat. (Harjadi,W,1990)
Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4
- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O7
2- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena propes tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek diamilum. (Harizul, Rivai. 1995)


BAB III
BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

3.1. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan adalah perak nitrat, natrium klorida, indikator, sampel K dan aquades.
3.2. Alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan yaitu buret 50 ml, statif dan klem buret, corong, labu Erlenmeyer, labu takar 100 ml, pipet volume 1 ml, pipet volume 25 ml, gelas kimia dan gelas ukur.
3.3. Metode Percobaan
      3.3.1 Prosedur Pembuatan dan  pembakuan AgNO3 0,1 N
Pembuatan : Sejumlah perak nitrat P larutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 ml larutan mengandung 16,99 g AgNO3.
Pembakuan: Sejumlah natrium klorida P keringkan pada suhu 100 - 120oC. Timbang saksama lebih kurang 250 mg, larutkan dalam 50 ml air. Titrasi dengan perak nitrat 0,1 N menggunakan indikator 1 ml kalium kromat 5%, hingga terbentuk warna coklat merah lemah
3.3.2 Prosedur pembuatan dan pembakuan amonium thiosianat 0,1N
Pembuatan: Sejumlah ammonium tiosianat P larutkan dalam air secukupnya hingga tiap 1000 ml larutan mengandung 7,612 g NH4CNS.
Pembakuan: Masukkan 25 ml perak nitrat 0,1 N yang ditakar saksama dalam labu Erlenmeyer, encerkan dengan 50 ml air, tambahkan 2 ml asam nitrat P. Titrasi dengan larutan ammonium tiosianat menggunakan indikator 2 ml besi (III) ammonium sulfat LP, hingga terjadi warna coklat merah.
3.3.3 Metode-metode dalam titrasi argentometri
1. Metode Mohr; metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah titik ekuivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah.
2. Metode Volhard; Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau amonium tiosianat, kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III) tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan.
3. Metode K.Fajans; Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, sebagai kenyataan bahwa pada titik ekuivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan. Endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid.
4. Metode Liebig; Pada metode ini tiitk akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditunjukkan dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojokan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil. Jika reaksi telah sempurna, penambahan larutan perak nitrat lebih lanjut akan menghasilkan endapan perak sianida. Titik akhir ditunjukkan oleh terjadinya kekeruhan yang tetap. Kesukaran dalam memperoleh titik akhir yang jelas disebabkan karena sangat lambatnya endapan melarut pada saat mendekati ititk akhir.
3.3.4. Prosedur Sampel
      Serbuk
1.      aduk atau gerus sampai homogen.
2.      Timbang sebanyak 1 gram sampel di atas perkamen.
3.      Masukan sampel kedalam labu erlenmeyer.
4.      Tambahkan pelarut yang sesuai sebanyak 25 ml.
5.      Untuk sampel salep, panasakn labu erlenmeyer diatas water bath sambil diaduk, sampai dasra salep melumer, lalu dinginkan kembali.
6.      Tambahkan indikator Fenolftalein kedalam larutan sampel.
7.      Titrasi dengan larutan AgNO3 yang telah dibakukan sampai timbul endapan.
8.      Lakukan penetapan kadar ini sebanyak minimal 3 kali.
9.      Hitung % kadar zat aktif dalam sample.
      3.3.5. Prosedur Analisis Menurut Literatur
KI
- Timbang seksama 500 mg dalam lebih kurang 10 ml air, tambahkan 35 ml asam klorida P dan 5 ml klorofrom P. titrasi dengan kalium iodat 0,05 N hingga warna ungu iodum hilang dari lapisan kloroform. Tambah kalium iodat 0,05 m tetes demi tetes. Kloroformh berwarna ungu. Titrasi lagi dengan kalium iodat 0,005 N. 1 ml kalium iodat 0,05 ~16,60 mg KI
- lebih kurang 500 mg di timbang seksama larutkan dalam 25 ml air, tambahn 1,5 ml asam asetat encer dan tambah 10 ml AgNO3 0,1 N menggunakan indikator eosin add warna endapan menjadi merah.
Reaksi : KI + AgNO3 à KNO3 +AgI ↓

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Pembakuan Larutan baku AgNO3 dengan NaCl

     
AgNO3
1
2
Awal
0
20,7
Akhir
20,7

Terpakai
20,7
24,7

No
Berat NaCl
Volume AgNO3
1
0,05
20,7
2
0,05
24,7


            Perhitungan:
Ø      Normalitas AgNO3 1 :                                   Normalitas AgNO3 2 :
                                                       


            Normalitas Rata-Rata : 
           

v     Jadi Rata-rata Normalitas AgNO3 adalah 0,104N


4.2. Penetapan kadar sample dalam sediaan obat :
Sample Obat: KI
            BE KI: 166


AgNO3
1
2
3
Awal
0
13,5
27
Akhir
13,5
27
37,5
Terpakai
13,5
13,5
10,5


No
Berat KI
Volume AgNO3
1
997 mg
13,5
2
998 mg
13,5
3
1000mg
10,5


            VNa2EDTA rata-rata : 


            Berat rata-rata KI :

            Perhitungan kadar :

           
           


            Argentometri
            Kadar Sebenarnya : 23,17%
            Persen Kesalahannya:
           

Kesimpulan:
Kadar sampel : 22,4482%
% Kesalahan : 0,473%

Laporan campuran

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
        Larutan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu bersifat asam, basa, dan netral. Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu dan banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Basa terdapat pada deterjen, obat-obatan dan pasta gigi. Dan asam terdapat pada makanan, minuman kaleng dan buah-buahan.
            Istilah asam (acid) berasal dari bahasa latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa  (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berasrti abu. Dan juga sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan.Kini telah tersedia cara praktis untuk menunjukkan keasaman atau kebasaan, yaitu dengan menggunakan indikator asam-basa. Indikator asam-basa adalah zat-zat warna yang mampu menunjukkan warna berbeda dalam larutan asam dan basa. Salah satu indicator adalah kertas lakmus dan indikator universal

1.2. Tujuan
            Adapun tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui molaritas suatu asam atau basa dengan menggunakan metoda Titrasi Asam Basa (Alkalimetri) 
2. Melakukan titrasi untuk menentukan kosentrasi dan kadar suatu larutan beserta grafiknya.
3. Untuk mengetahui cara analisis/ penetapan kadar zat/ obat dalam sediaan farmasi dengan menggunakan metode Campuran.

BAB II
LANDASAN TEORI


2.1. METODE VOLUMETRI
a. Definisi 
            Volumetri adalah analisis kuantitatif yang didasarkan pada jumlah atau volume suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah komponen larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Suatu metode titrimetrik untuk analisis kuantitatif didasarkan pada reaksi
a A + t T    à   produk
pada reaksi diatas sejumlah a molekul analit  A akan bereaksi dengan sejumlah t molekul titran T. Titran T ditambahkan sedikit demi sedikit menggunakan alat yang disebut buret. Baik analit atau titran yang digunakan harus berupa larutan standar yang sudah diketahui  konsentrasinya. Titran dimasukkan sedikit demi sedikit sampai setara dengan analit atau sampai pada titik ekivalen.  Untuk mengetahui apakah jumlah titran sudah setara dengan analit maka digunakan indikator.
            Indikator akan memberi perubahan warna jika jumlah titran sudah setara dengan jumlah analit. Kelebihan penambahan titran hendaknya sebisa mungkin diupayakan sekecil mungkin untuk memperkecil kesalahan. Karena jika titran ditambahkan terlalu banyak dapat menyebabkan terjadinya over titration. Perubahan warna dapat terjadi pada atau tidak pada titiik ekivalen. Titik dimana indikator berubah warna disebut dengan titik akhir.
            Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan metode volumetri adalah sebagai berikut :
1. Reaksi harus dapat berlangsung cepat sehingga perubahan yang terjadi dapat langsung diamati
2. Reaksi kimia yang berlangsung harus sesuai dengan persamaan reaksi tertentu dan tidak menghasilkan produk sampingan
3. Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna  pada titik akhir titrasi atau dengan kata lain ketatapan kesetimbangan reaksi sangat besar.
4. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat tercapainya titik ekuivalen
5. Harus ada indikator untuk mengetahui terjadinya perubahan yang menunjukkan bahwa reaksi berlangsung sempurna.

b. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi volumetri adalah sebagai berikut :
• Berdasarkan reaksi kimia :
1. Reaksi asam – basa (reaksi netralisasi)
2. Reaksi oksidasi – reduksi 
3. Reaksi pengendapan
4. Reaksi pembentukan kompleks
• Berdasarkan cara titrasi :
1. Titrasi langsung
2. Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)
• Berdasarkan jumlah sampel :
1. Titrasi makro
2. Titrasi semimikro
3. Titrasi mikro

c. Titran
            Titran adalah suatu larutan yang mengandung reagensia dengan konsentrasi yang telah diketahui. Dalam proses titrasi, titran ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam larutan yang belum diketahui konsentrasinya melalui alat yang disebut biuret.
            Syarat-syarat suatu larutan dapat menjadi titran yaitu :
1. Larutan harus benar-benar dalam keadaan murni dengan kadar pengotor < 0,02%
2. Larutan harus stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis
3. Larutan memiliki berat ekivalensi yang besar, sehingga meminimalkan kesalahan akibat penimbangan.
            Analisa titrimetri merupakan satu bagian utama kimia analisis dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-reaksi kimia. Analisis titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut:
aA + tT         hasil
dengan a adalah molekul analit A yang bereaksi dengan t molekul pereaksi T sampel. Pereaksi T, yang disebut  titran, ditambahkan sedikit demi sedikit, biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Pereaksi T ini disebut larutan standar dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses yang disebut standardisasi.
            Penambahan titran diteruskan sampai sejumlah T yang secara kimia setara dengan A, sehingga dikatakan telah tercapai  titik ekivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui akhir penambahan titran digunakan suatu zat yang disebut  indikator, yang menandai kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik ekivalensi. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut  titik akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir sedekat mungkin ke titik ekivalensi.
            Dengan  memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu merupakan salah satu aspek yang penting dari analisis titrimetri. Istilah titrasi merujuk ke proses  pengukuran volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalensi. Selama bertahun-tahun digunakan istilah analisa volumetri bukannya titrimetri. Tetapi dari titik pandang yang teliti, lebih disukai istilah “titrimetri” karena pengukuran volume tidaklah terbatas pada titrasi. Misalnya dalam analisis-analisis tertentu orang mungkin mengukur volume gas.
            Berdasarkan reaksi kimianya, titrimetri dikelompokkan dalam empat  jenis.
1.  Asam-basa (netralisasi). Terdapat sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditetapkan dengan titrimetri. Jika HA menyatakan asam yang akan ditetapkan dan BOH basanya, reaksinya adalah :
      Umumnya titran adalah larutan standar elektrolit kuat, seperti NaOH dan HCl.
2. Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi digunakan secara meluas dalam analisis titrimetri.
3.  Pengendapan. Pengendapan kation perak dengan anion halogen merupakan prosedur titrimetri yang meluas penggunaannya. Reaksinya adalah :
      Dimana X-dapat berupa klorida, bromida, iodida, atau tiosianat (SCN-).
  1. Pembentukan kompleks. Suatu contoh reaksi dimana terbentuk suatu  kompleks stabil antara ion perak dengan sianida :
Pereaksi organik tertentu, seperti asam etilen diamina tetra asetat (EDTA), membentuk kompleks stabil dengan sejumlah ion logam dan digunakan secara meluas untuk penetapan titrimetri logam-logam ini.
Berdasarkan cara titrasinya, titrimetri dikelompokkan menjadi:
1.  Titrasi langsung. Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan
2.  Titrasi tidak langsung. Cara ini dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain, volume titrasi yang didapat menunjukkan jumlah ekuivalen dari kelebihan titran, sehingga diperlukan titrasi blanko. 
Bobot Ekuivalen (BE)
Bobot ekuivalen adalah bobot satu ekuivalen suatu zat dalam gram.
Persamaan :     
Keterangan :    
BM             =   Berat molekul
Ekivalensi = Jumlah mol ion hidrogen, elektron, atau kation univalen yang
diberikan atau diikat oleh zat yang bereaksi.
            Bobot ekuivalen suatu zat yang terlibat dalam suatu reaksi, yang digunakan sebagai dasar untuk suatu titrasi, didefinisikan sebagai berikut:
a.  Asam-basa. Bobot gram ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) suatu zat yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol H+

Contoh 1. Hitunglah bobot ekuivalen SO3 yang digunakan sebagai asam  dalam larutan air, asam ini akan memberikan  dua proton
Karena 1 mol SO3 berkewajiban memberikan 2 mol H+, maka 
 

b.  Redoks. Bobot ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) suatu zat yang  diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol elektron. 
Contoh 2. Hitunglah bobot ekuivalen Na2C2O4, zat pereduksi, dan K2Cr2O7,
zat pengoksid, dalam reaksi berikut:
Banyaknya alektron yang diperoleh atau diberikan dapat ditetapkan dari perubahan bilangan oksidasi atau reaksi paruh. Reaksi paruhnya adalah:
Ion oksalat memberikan dua elektorn dan ion dikromat memperolah enam elektron, maka
c.  Pengendapan atau pembentukan kompleks. Bobot gram-ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) zat itu yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol kation univalen, ½ mol kation divalen,1/3 kation trivalen dan seterusnya
Contoh 3. Hitunglah bobot ekuivalen AgNO3 dan BaCl2 dalam reaksi
Satu mol perak nitrat memberikan 1 mol kation univalen, Ag+; 1 mol BaCl2   bereaksi dengan 2 mol Ag+, karena itu:
 

Menyatakan Kadar Larutan
            Kadar suatu zat yang terkandung dalam suatu sampel dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, antara lain:
-      persen bobot per bobot (% b/b), artinya jumlah gram zat dalam 100 gram  larutan atau campuran 
-     persen bobot per volume (% b/v), artinya jumlah gram zat dalam 100 ml larutan, sebagai pelarut dapat digunakan air atau pelarut lain
-     persen volume per volume (% v/v), artinya jumlah ml zat dalam 100 ml larutan Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah padat, yang dimaksud adalah  b/b, untuk larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan yang dimaksud adalah b/v, untuk larutan cairan di dalam cairan adalah v/v, dan untuk larutan gas dalam cairan adalah b/v.
Cara Perhitungan Kadar
            Secara teoritis, titrasi dihentikan pada saat tercapai titik ekuivalensi. Pada saat titik tersebut, jumlah gram ekuivalensi (grek) titrat sama dengan jumlah gram ekuivalensi (grek) titran, sehingga dapat diturunkan rumus sebagai berikut:
Atau jadi, 
jika sampel dalam bentuk cairan, maka kadar dinyatakan dalam %b/v, sehingga   rumus kadar menjadi:

2.2. PENGGOLONGAN TITRASI BERDASARKAN REAKSI
 Penggolongan titrasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam  yaitu:
2.2.1. Penggolongan berdasarkan reaksi kimianya :
1. Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)
      Reaksi asam-basa didasarkan pada proses netralisasi. Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan haruslah bersifat asam, begitu pula sebaliknya.
      Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
• Asidimetri, adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku asam sebagai titran . Secara teori reaksi asidimetri digambarkan melalui persamaan.
BOH + H3O+        B+ + H2O
• Alkalimetri, adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku basa sebagai titran . Secara teori reaksi alkalimetri digambarkan melalui persamaan
HA + OH-            A- + H2O
2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)
Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion yang bersifat oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor sebagai titran, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan larutan bakunyang digunakan, titrasiolsidasi-reduksi dibagi atas :
• Oksidimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai oksidator. Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :
1.      Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
2.       Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
3.       Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4
4.       Iodimetri, larutan bakunya : I2

• Reduksimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakanbersifat sebagai reduktor. Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah : Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O
3. Reaksi Pengendapan (presipitasi)
Pada reaksi pengendapan, yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan endapan. Yang termasuk titrasi pengendapan adalah :
• Argentometri, larutan bakunya : AgNO3
 • Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2 atau logam raksa itu sendiri
4. Reaksi pembentukan kompleks (kompleksometri)
Titrasi pembentukan kompleks (kompleksometri) digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion alkali dan alkali tanah atau ion-ion logam. Larutan bakunya adalah EDTA
2.2.2. Penggolongan berdasarkan cara titrasinya :
1. Titrasi langsung (iodimetri), mengacu pada titrasi dengan suatu larutan baku iod standar.
2. Titrasi tidak langsung (iodometri), berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
2.2.3. Penggolongan berdasarkan jumlah sampel :
1. Titrasi makro
Jumlah sampel : 100 – 1000 mg
Volume titran : 10 – 20 mL
Ketelitian biuret : 0,02 mL

2. Titrasi semi mikro
Jumlah sampel : 10 – 100 mg
Volume titran : 1 – 10 mL
Ketelitian biuret : 0,001 Ml

3. Titrasi mikro
Jumlah sampel : 1 – 10 mg
Volume titran : 0,1 – 1 mL
Ketelitian biuret : 0,001 Ml

2.3. LARUTAN BAKU
            Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan tepat dan teliti sebelum dilakukan proses titrasi. Larutan baku dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah berat tertentu bahan kimia atau senyawa pada sejumlah berat tertentu pelarut yang sesuai. Akan tetapi metode tersebut tidak dapat diterapkan secara umum karena senyawa kimia yang memiliki kemurnian yang tinggi sedikit.  Larutan baku biasanya juga disebut dengan istilah larutan standar. Satuan larutan baku biasanya menggunakan mol (molaritas) atau N (normalitas).
Ada dua macam larutan baku, yaitu:
1. Larutan Baku primer
            Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, yaitu dengan dilakukan penimbangan zat pereaksi tersebut secara teliti dan dilarutkan dalam pelarut dengan volume tertentu.
Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Syarat-syarat larutan baku primer:
• mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120℃) dan disimpan dalam keadaan murni.
• tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
• zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
• sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
• zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
• reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
2. Larutan baku sekunder
            Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.
Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2

Syarat-syarat larutan baku sekunder:
• derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
• mempunyai berat ekivalensi (BE) yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
• larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
            Senyawa atau bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan baku dinamakan senyawa baku. Senyawa baku dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Senyawa baku primer
         Adalah bahan (senyawa) dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan standar dan untuk membuat larutan baku yang konsentrasi larutannya dapat dihitung dari hasil penimbangan senyawa dan volume larutan yang akan dibuat.
                  Contoh : H2C2O4 . 2H2O, Asam Benzoat (C6H5COOH), Na2CO3, K2Cr2O7, As2O3, KBrO3, KIO3, NaCl.
   Syarat-syarat baku primer :
• Diketahui dengan pasti rumus molekulnya
  Mudah didapat dalam keadaan murni dan mudah dimurnikan 
• Stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO2, cahaya dan uap air
• Mempunyai Mr yang tinggi.
2. Senyawa baku sekunder
                  Adalah bahan (senyawa) yang telah dibakukan sebelumnya oleh senyawa baku primer kareana sifatnya yang tidak stabil, kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar. Contoh : larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.

2.4. TITIK EKUIVALEN
            Adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stoikiometri antara zat yang dianalisis (titrat) dan larutan standar yang digunakan (titran).

2.5. TITIK AKHIR TITRASI
Adalah titik dimana terjadi perubahan secara visual yang jelas (biasanya perubahan warna atau kekeruhan) pada indikator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis (titrat) dan larutan standar yang digunakan (titran).
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. Kebanyakan pada proses titrasi, titik ekuivalen ini tidak dapat diamati. Oleh karena itu perlu bantuan senyawa lain yang dapat menunjukkan kapan titrasi harus dihentikan. Senyawa ini dinamakan indikator.

2.6. KESALAHAN TITRASI
            Adalah perbedaan hasil yang didapatkan pada suatu proses titrasi yang disebabkan oleh suatu hal. Titik akhir titrasi akan berbeda dengan titik ekivalen. Biasanya kurangnya ketelitian dalam penimbangan titran atau pengamatan titrat menyebabkan terjadinya kesalahan pada proses titrasi.

2.7. PERUBAHAN YANG DAPAT DIAMATI DI TITIK EKUIVALEN
            Suatu titrasi dikatakan telah selesai dengan sempurna jika telah dicapai titik ekuivalen. Untuk mengetahui tercapainya titik ekuivalen tersebut diperlukan adanya suatu indikator. Dengan penambahan indikator, maka akan dapat diketahui perubahan apa yang terjadi setelah proses titrasi. Perubahan itu biasanya berupa perubahan warna dan perubahan kekeruhan dari larutanyang dititrasi.

            Analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat tertentu (analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu sampel terdiri atas empat tahapan pokok:
1.  Pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling), yakni memilih suatu sampel yang mewakili dari bahan yang dianalisis.
2.  Mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk pengukuran.
3.  Pengukuran.
4.  Perhitungan dan penafsiran pengukuran.
            Langkah pengukuran dalam suatu analisis dapat dilakukan dengan cara-cara kimia, fisika, biologi. Teknik laboratorium dalam analisis kuantitatif digolongkan ke dalam titrimetri (volumetri), gravimetri dan instrumental. Analisis titrimetri berkaitan dengan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui yang diperlukan untuk bereaksi dengan analit. Pada cara gravimetri pengukuran menyangkut pengukuran berat. Istilah analisis instrumental berhubungan dengan pemakaian peralatan istimewa pada langkah
pengukuran.
             Metode yang baik dalam suatu analisis kuantitatif seharusnya memenuhi kriteria yaitu:
1.  Peka (sensitive), artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa dalam konsentrasi yang kecil. Misalnya pada penetapan kadar zat-zat beracun, metabolit obat dalam jaringan dan sebagainya.
2.  Presisi (Precise), artinya dalam suatu seri pengukuran (penetapan) dapat diperoleh hasil yang satu sama yang lain hampir sama.
3.  Akurat (Accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya (true value).
4.  Selektif, artinya untuk penetapan  kadar senyawa tertentu, metode tersebut tidak banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain yang ada.
5.  Praktis, artinya mudah dikerjakan serta tidak banyak memerlukan waktu dan biaya. Syarat ini perlu sebab banyak senyawa-senyawa yang tidak mantap apabila waktu penetapan terlalu lama.
            Pemilihan metode yang memenuhi semua syarat di atas hampir tidak mungkin kita peroleh, sehingga perlu kita pilih kriteria yang sesuai dengan keadaan sampel yang kita uji. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode analisis adalah tujuan analisis, macam dan jumlah bahan yang dianalisis, ketepatan dan ketelitian  yang diinginkan, lamanya waktu yang diperlukan untuk analisis, dan peralatan yang tersedia. Misalnya apabila sampel terlalu kecil kadarnya, maka sensitivitas menjadi dasar pemilihan metode analisis. Kriteria utama yang perlu diperhatikan dalam suatu analisis adalah  ketepatan, ketelitian, dan selektifitas.


BAB III
ALAT,BAHAN DAN METODE



 
3.1 Alat Percobaan:
Buret, Klem buret dan statif, Labu takar, Gelas ukur, Beaker Glass, Erlenmeyer, Pipet volume, Pipet, Botol semprot, Stirrer, Tempat es, Ubin keramik 
3.2. Bahan Percobaan.
3.2.1. Titrasi Nitrimetri:
Larutan baku NaNO2 0,1N, Asam sulfanilat, kBr, Etanol. 96%, HCl 4N, Indikator treopeolin oo + metilen blue ( 5:3), Es batu (penangan es), Aquadest.
3.2.2. Titrasi Redoks :
Larutan baku KlO3, Larutan baku KBrO3 0,1 N, KI, KBr, Kloroform (CHCl3), Metal merah, Larutan amilum, HCl 4N, Aquadest.

3.3.Metode Percobaan
3.3.1. pembakuan larutan baku NaNO2 oleh asam sulfanilat.
  1. toimbang dengan seksama 100 mg asam oksalat.
  2. Larutkan dalam labu Erlenmeyer dengan menggunakan aquadest 25 mL.
  3. Tambahkan HCl 4N sebanyak 5 mL.
  4. Tambahkan indicator campur tropeolin oo + metilen blue (5:3)
  5. Dinginkan sampai suhu 15oC, tambah KBr sebanyak 10 mg jika perlu.
  6. Titrasi dengan larutan NaNO2 0,1N yang akan dibakukan kembali sampai terjadi perubahan warna larutan ungu menjadi biru kehijauan.
  7. hitung kadar NaNO2 0,1 N sebenarnya.
3.3.2. Pembakuan larutan baku Na2S2O2 0,1 N oleh KlO3 0,1N/KBrO3.
1.      pipet 35 mL larutan baku KBrO3 atau KlO3.
2.      Tambahkan H2SO4 2N sebanyak 5 mL dan Kl/KBr sebanyak 5 gram.
3.      Titrasi dengan larutan Na2S2O2 0,1 N yang akan dibakukan kembali sampai muncul warna kuning pucat.
4.      Tambahkan larutan amilum à biru, lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang.

3.3.3. Penetapan sample :
  1. Aduk atau gerus sampai homogen.
  2. Timbang sebanyak 1 gram sample dalam kertas perkamen.
  3. Masukan sample ke dalam labu Erlenmeyer.
  4. Tambahkan pelarut yang sesuai sebanyak 25 mL.
3.3.4. Penetapan Kadar Menurut Literatur
Parasetamol (BM : 151,16)
Cara Nitrimetri : Sejumlah 1k 500 mg zat ditimbang seksama dimasukan dalam labu titrasi selama 30 menit, dinginkan, tambahkan KBr 5 gram treopeolin oo 5 tetes dan metilen blue 3 tetes. Titrasi dengan larutan NaNO2 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari ungu ke biru.
Reaksi kimia Parasetamol:














Kafein  (BM : 194,19)
Cara Redoks : Kedalam labu ukur 100 mL masukan 200 mg zat murni dilarutkan dalam 20 mL air dan 5 mL H2SO4 4N. Tambahakn 50 mL larutan iodium 0,1N dan 20 mL larutan NaCl jenuh, lalu air add 100,0 mL.kocok dan diamkan selama 5 menit,saring melalui kertas saring (seharusnya glass woll),25 mL filtrate pertama dibuang. Pipet 20,0 mL filtrate dan titrasi dengan larutan thio 0,1N dengan indicator amilum. Harus dilakukan orientasi, karena dinyatakan pemakaiaan thio harus antara 4,5-6,0 mL 0,1N (konsentrasi yang masih ada dalam larutan = konsentrasi akhir, harus ± 0,01 N).
Reaksi kimia Kafein:





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Percobaan Parasetamol
      Cara Nitrimetri :
            4.1.1. Pembakuan Larutan baku NaNO2 oleh Asam sulfanilat 0,1 N
     
NaNO2
1
2
Awal
0
0
Akhir
5
5,6
Terpakai
5
5,6

No
Berat Asam sulfanilat
Volume NaNO2
1
100 mg
5
2
111 mg
5,6

            Perhitungan:
Ø      Normalitas NaNO21:                         Normalitas NaNO2 2 :
                                                 
            Normalitas Rata-Rata : 
           
v     Jadi Rata-rata Normalitas NaNO2adalah 0,1042N

4.1.2.      Penetapan kadar sample dalam sediaan obat :
Sample Obat: Parasetamol
            BE Parasetamol : 151,16
NaNO2
1
2
Awal
0
0
Akhir
13
13
Terpakai
13
13

            V NaNO2 rata-rata : 
            Perhitungan kadar :
            I
           
           
            Kadar Sebenarnya : 15,97%
            Persen Kesalahannya:
           


4.2.      Penetapan Kadar Kafein.
         Cara Redoks :
      4.2.1. Pembakuan Larutan baku Na2S2O3 oleh KIO3 0,1 N
     
Na2S2O3
1
2
Awal
0
0
Akhir
13,45
21,35
Terpakai
13,45
21,35

No
Berat KIO3
Volume Na2S2O3
1
0,05
13,45
2
0,05
21,35


            Perhitungan:
Ø      Normalitas Na2S2O3 1:                                  Normalitas Na2S2O3 2 :
                                                  

Normalitas Rata-Rata : 

v     Jadi Rata-rata Normalitas Na2S2O3 adalah 0,0955N

4.2.2. Penetapan kadar sample dalam sediaan obat :
Sample Obat: Kafein
            BE Kafein : 194,19

Na2S2O3
1
2
Awal
0
0
Akhir
10,5
10,5
Terpakai
10,5
10,5

No
Berat Asam Benzoat
Volume Na2S2O3
1
1000 mg
10,5
2
1000 mg
10,5

            Perhitungan kadar :

           

            Kadar Sebenarnya : 11,6%
            Persen Kesalahannya:
           
            Kesimpulan :
-      Kadar Parasetanol : 19,65 %
% Kesalahan : 23,04%
-      Kadar Kafein : 20,04 %
% Kesalahan : 82,61 %