Rabu, 02 Maret 2011

KOMPLEKSOMETRI LAPORAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Satu dari jenis-jenis reaksi kimia yang dapat digunakan sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan penbentukan suatu kompleks atau ion kompleks yang dapat larut tetapi sedikit terdisosiasi. Suatu contoh adalah dari ion perak dengan ion sianida untuk membentuk ion kompleks Ag(CN)2 yang sangat stabil :
Ag + + 2 CN- Ag(CN)2­-
Kompleks yang terbentuk dari suatu reaksi ion logam, yaitu kation dengan suatu anion atau molekul netral. Ion logam didalam kompleks disebut atom pusat dan kelompok yang terikat pada atom pusat disebut ligan. Jumlah ikatan terbentuk oleh atom logam pusat disebut bilangan koordinasi dari logam. Dari komlpeks diatas perak merupakan atom logam dengan hilangan koordinasi dua, dan sianidanya merupakan ligannya.
Reaksi membentuk kompleks dapat dianggap sebagai asam-basa lewis dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang electron. Kepada kation yang merupakan suatu asam. Ikatan yang terbentuk antara atom logam pusat dan ligan sering kovalen, tetapi dalam bebeapa keadaan interaksi dapat merupakan gaya penarik coulomb.
1.2 Tujuan Percobaan
  • Untuk menentukkan ion-ion kompleks dan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
  • Untuk menetukan hasil yang kompleks dari titrasi kompleksometri
  • Untuk mengetahui cara analisis/ penetapan kadar zat/ obat dalm sediaan farmasi dengan menggunakan metode kompleksometri
1.3 Prinsip Percobaan
Reaksi asam basa Lewis yang reaksinya membentuk kompleks, dengan ligan bekerja sebagai basa dengan memberikan sepasang electron kepada kation yang merupakan suatu asam.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Ø Keseimbangan Pembentukkan Kompleks
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks, sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi. Contoh reaksi titrasi kompleksometri :
Ag+ + 2 CN- Ag(CN)2
Hg2+ + 2Cl- HgCl2
(Khopkar, 2002).
Salah satu tipe reaksi kimia yang berlaku sebagai dasar penentuan titrimetrik melibatkan pembentukan (formasi) kompleks atau ion kompleks yang larut namun sedikit terdisosiasi. Kompleks yang dimaksud di sini adalah kompleks yang dibentuk melalui reaksi ion logam, sebuah kation, dengan sebuah anion atau molekul netral (Basset, 1994).
Titrasi kompleksometri adalah titrasi  berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation dengan zat pembentuk kompleks. Salah satu zat pembentuk kompleks yang banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina tetraasetat (dinatrium EDTA). Senyawa ini dengan banyak kation membentuk kompleks dengan perbandingan 1 : 1, beberapa valensinya:
M adalah kation (logam) dan (H2Y)= adalah garam dinatrium edetat.
Kestabilan dari senyawa kompleks yang terbentuk tergantung dari sifat kation dan pH dari larutan, oleh karena itu titrasi dilakukan pada pH tertentu.
Pada larutan yang terlalu alkalis perlu diperhitungkan kemungkinan mengendapnya logam hidroksida.
Penetapan titik akhir titrasi digunakan indikator logam, yaitu indikator yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion logam harus lebih lemah dari pada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam. Larutan indikator bebas mempunyai warna yang berbeda dengan larutan kompleks indikator.
Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Selain titrasi komplek biasa seperti di atas, dikenal pula kompleksometri yang dikenal sebagai titrasi kelatometri, seperti yang menyangkut penggunaan EDTA. Gugus-yang terikat pada ion pusat, disebut ligan, dan dalam larutan air, reaksi dapat dinyatakan oleh persamaan :
M(H2O)n + L = M(H2O)(n-1) L + H2O
(Khopkar, 2002).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang dapat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat (asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen – penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul (Rival, 1995).
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut (Harjadi, 1993).
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochrome black T; pyrocatechol violet; xylenol orange; calmagit; 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat, metafalein dan calcein blue (Khopkar, 2002).
Satu-satunya ligan yang lazim dipakai pada masa lalu dalam pemeriksaan kimia adala ion sianida, CN-, karena sifatnya yang dapat membentuk kompleks yang mantap dengan ion perak dan ion nikel. Dengan ion perak, ion sianida membentuk senyawa kompleks perak-sianida, sedagkan dengan ion nilkel membentuk nikel-sianida. Kendala yang membatasi pemakaian-pemakaian ion sianoida dalam titrimetri adalah bahwa ion ini membentuk kompleks secara bertahap dengan ion logam lantaran ion ini merupakan ligan bergigi satu (Rival, 1995).
Titrasi dapat ditentukan dengan adanya penambahan indikator yang berguna sebagai tanda tercapai titik akhir titrasi. Ada lima syarat suatu indikator ion logam dapat digunakan pada pendeteksian visual dari titik-titik akhir yaitu reaksi warna harus sedemikian sehingga sebelum titik akhir, bila hampir semua ion logam telah berkompleks dengan EDTA, larutan akan berwarna kuat. Kedua, reaksi warna itu haruslah spesifik (khusus), atau sedikitnya selektif. Ketiga, kompleks-indikator logam itu harus memiliki kestabilan yang cukup, kalau tidak, karena disosiasi, tak akan diperoleh perubahan warna yang tajam. Namun, kompleks-indikator logam itu harus kurang stabil dibanding kompleks logam-EDTA untuk menjamin agar pada titik akhir, EDTA memindahkan ion-ion logam dari kompleks-indikator logam ke kompleks logam-EDTA harus tajam dan cepat. Kelima, kontras warna antara indikator bebas dan kompleks-indikator logam harus sedemikian sehingga mudah diamati. Indikator harus sangat peka terhadap ion logam (yaitu, terhadap pM) sehingga perubahan warna terjadi sedikit mungkin dengan titik ekuivalen. Terakhir, penentuan Ca dan Mg dapat dilakukan dengan titrasi EDTA, pH untuk titrasi adalah 10 dengan indikator eriochrome black T. Pada pH tinggi, 12, Mg(OH)2 akan mengendap, sehingga EDTA dapat dikonsumsi hanya oleh Ca2+ dengan indikator murexide (Basset, 1994).
Kesulitan yang timbul dari kompleks yang lebih rendah dapat dihindari dengan penggunaan bahan pengkelat sebagai titran. Bahan pengkelat yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen secara umum efektif dalam membentuk kompleks-kompleks yang stabil dengan berbagai macam logam. Keunggulan EDTA adalah mudah larut dalam air, dapat diperoleh dalam keadaan murni, sehingga EDTA banyak dipakai dalam melakukan percobaan kompleksometri. Namun, karena adanya sejumlah tidak tertentu air, sebaiknya EDTA distandarisasikan dahulu misalnya dengan menggunakan larutan kadmium (Harjadi, 1993).
Reaksi-reaksi yang melibatkan pembentukan kompleks dipergunakan oleh kimiawan dalam prosedur titrimetrik maupun gravimetrik. Molekul yang bertindak sebagai ligan biasanya memiliki atom elektronegatif, misalnya nitrogen, oksigen, atau salah satu dari halogen. Ligan yang hanya mempunyai sepasang electron tak dipakai bersama, misalnya NH3, dikatakan unidentat. Ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk dua ikatan dengan atom sentral dikatakan bidentat. Suatu contoh adalah etilendiamin NH2CH2CH2NH2 dengan kedua atom nitrogen mempunyai pasangan electron tak terpakai bersama. Ion tembaga (II) membentuk kompleks dengan dua molekul etilendiamin seperti berikut :

Cincin heterosiklik terbentuk oleh interaksi suatu ion logam dengan dua atau lebih gugus fungsioanal dalam ligan dinamakan cincin khelat; molekul organiknya pereaksi pembentuk khelat, dan kompleksnya dinamakan khelat atau senyawa khelat. Penggunaan analitik didasarkan pada penggunaan pereaksi khelat sebagai titran untuk ion-ion logam telah menunjukan pertumbuhan menarik.
Kompleksometri merupakan metoda titrasi yang pada reaksinya terjadi pembentukan larutan atau senyawa kompleks dengan kata lain membentuk hash berupa kompleks. Untuk dapat dipakai sebagai dasar suatu titrasi, reaksi pembentukan kompleks disamping harus memenuhi persyaratan umum amok titrasi, make kompleks yang terjadi hams stabil. Titrasi ini biasanya digunakan untuk penetapan kadar logam polivalen atau senyawanya dengan menggunakan NaaEDTA sebagai titran pembentuk kompleks (Tim Penyusun, 1983).

Tabel Kompleksometri
Logam
Ligan
Kompleks
Bilangan koordinasi
logam
Geometri
Reaktivitas
Ag+
NH3
Ag(NH3)2+
2
Liniar
Labil
Hg2+
Cl-
HgC12
2
Liniar
Labil
Cu2+
NH3
Cu(NH3)42+
4
Tetrahedral
Labil
Ni2+
CN-
Ni(CN)42-
4
Persegi
planar
Labil
Co2+
H2O
CO(H2O)62+
6
Oktahedral
Labil
Co3+
NH3
Co(NH3)63+
6
Oktahedral
Inert
Cr3+
CN-
Cr(CN)63-
6
Oktahedral
Inert
Fe 3+
CN-
Fe(CN)63-
6
Oktahedral
Inert
Hanya beberapa ion logam seperti tembaga, kobal, nikel, seng, cadmium, dan merkuri (II) membentuk kompleks stabil dengan nitrogen seperti amoniak dan trine. Beberapa ion logam lain, misalnya alumunium, timbale, dan bismuth lebih baik berkompleks dengan ligan dengan atom oksigen sebagai donor electron. Beberapa pereaksi pembentuk khelat, yang mengandung baik oksigen maupun nitrogen terutama efektif dalam pembentukan kompleks stabil dengan berbagai logam. Dari ini yang terkenal ialah asam etilendiamintetraasetat, kadang-kadang dinyatakan asam etilendinitrilo, dan sering disingkat sebagai EDTA :
Istilah chelon telah disarankan sebagai nama umum untuk seluruh golongan peereaksi, termasuk poliamin seperti trine, asam poliamino karboksilat seperti EDTA, dan senyawa sejenis membentuk kompleks 1:1 dengan ion logam, larut dalam air dan karenanya dapat dipergunakan sebagai titran logam dan titrasinya disebut titrasi khelometrik.
Kilon praktis telah membuat suatu revolusi pada kimia analitik dari banyak unsur logam dan merupakan hal yang sangat penting dalam banayak lapangan. Reaksi pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H2O atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang lama, ligan itu disebut bidentat. Ligan multidental mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejaidi mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistem itiu dibiarkan mencapai kesetimbangan (Vogel, 1994).
Ikatan pada EDTA, yaitu ikatan N yang bersifat basa mengikat ion H+ dari ikatan karboksil yang bersifat asam. Jadi dalam bentuk Ianitan pada EDTA ini terjadi reaksi intra molekuler (maksudnya dalam molekul itu sendiri), maka rumus senyawa tersebut disebut "zwitter ion". EDTA dijual dalam bentuk garam natriumnya, yang jauh lebih mudah larut daripada bentuk asamnya (Syafei, 1998)
Reaksi pengkomplekan dengan suatu ion logam, melibatkan penggantian satu molekul pelarut atau lebih yang terkoordinasi dengan gugus-gugus nukleofilik lain, gugus yang terikat oleh pada ion pusat disebut ligan. Ligan dapat berupa sebuah molekul netral atau sebuah ion bermuatan, ligan dapat dengan baik diklasifikasi atas dasar banyaknya titik lekat kepada ion logam. Ligan sederhana seperti ion-ion halide atau molekul-molekul H20 atau NH3 adalah monodentat, yaitu ligan yang terikat pada ion logam hanya pada satu titik oleh penyumbangan atau pasangan elektron kepada logam, bila ion ligan itu mempunyai dua atom, maka molekul itu mempunyai dua atom penyumbang untuk membentuk dua ikatan koordinasi dengan ion logam yang sama, ligan itu disebut bidentat. Ligan multidentat mempunyai lebih dari dua atom koordinasi per molekul, kestabilan termodinamik dari satu spesi merupakan ukuran sejauh mana spesi ini akan terbentuk dari spesi-spesi lain pada kondisi tertentu, jika sistern itu dibiarkan mencapai kesetimbangan
Ligan dapat berupa suatu senyawa organik seperti asam sitrat, EDTA, maupun senyawa anorganik seperti polifosfat. Untuk memperoleh ikatan metal yang stabil, diperlukan ligan yang mampu membentuk cincin 5-6 sudut dengan logam misalnya ikatan EDTA dengan Ca. Ion logam terkoordinasi dengan pasangan electron dari atom-atom N-EDTA dan juga dengan keempat gugus karboksil yangh terdapat pada molekul EDTA (Winarno, 1982).
Ligan dapat menghambat proses oksidasi, senyawa ini merupakan sinerjik anti oksidan karena dapat menghilangkan ion-ion logam yang mengkatalisis proses oksidasi (Winarno, 1982).
Ø Titrasi Khelometrik
EDTA merupakan ligan seksidentat yang berpotensi, yang dapat berkoordinasi dengan ion logam dengan pertolongan kedua nitrogen dan empas gugus karboksil. Dalam hal-hal lain, EDTA mungkin bersikap sebagai suatu ligan kuinkedentat atau kuadridentat yang mempunyai satu atau dua gugus karboksilnya bebas dari interaksi yang kuat dengan logamnya. Untuk memudahkan, bentuk asam EDTA bebas sering kali disingkat H4Y. Dalam larutan yang cukup asam, protonasi sebagian dari EDTA tanpa kerusakan lengkap dari kompleks iogam mungkin terjadi, yang menyebabkan terbentuknya zat seperti CuHY-; tetapi pada kondisi biasa semua empat hidrogen hilang, apabila ligan dikoordinasikan dengan ion logam. Pada harga-harga pH sangat tinggi, ion hidroksida mungkin menembus lingkungan koordinasi dari logam dan kompleks seperti Cu(OH) Y3- dapat terjadi.
Ø Efek Kompleks
Zat-zat lain dari titran kilon yang mungkin ada dalam larutan ion logam dapat membentuk kompleks dengan logamnya dan dengan demikian bersaing dengan reaksi titrasi yang diinginkan. Sebenarnya pembentukan kompleks demikian kadang-kadang dengan pertimbangan digunakan untuk mengatasi interferensi, yang dalam hal ini efek dari pengompleks disebut penutupan. Dengan ion-ion logam tertentu yang dengan mudah terhidrolisa, mungkin perlu untuk menambahkan ligan pengompleks agar mencegah pengendapan hidroksida logam. Jika tetapan stabilitas untuk semua kompleks diketahui, maka efek pembentukan kompleks terhadap reaksi titrasi EDTA dapat dihitung.
Ø Efek Hidrolisa
Hidrilisa ion logam mungkin bersaing dengan proses titran khelometrik. Peningkatan pH membuat efek ini lebih jelek dengan penggeseran ke keseimbangan yang benar dari jenis
M2+ + H2O M(OH)+ H+
Hidrolisa secara ekstensif dapat mengakibatkan pengendapan hidroksida yang hanya bereaksi dengan EDTA secara perlahan-lahan, bahkan apabila pertimbangan-pertimbangan keseimbangan menguntungkan pembebtukkan khelonat logam. Sekali pun seringkali tetapan hidrolisa yang cocok untuk ion-ion logam tidak tersedia, dan karenanya pengaruh ini sering tidak dapat dihitung dengan teliti.
Ø Cara-cara Titrasi EDTA
Titrasi secara khelatometri telah dilakukan dengan baik terhadap semua kation biasa. Jenis-jenis titrasinya adalah :
a. Titrasi langsung, dapat dilakukan terhadap sedikitnya 25 kation dengan menggunakan indicator logam. Pereaksi pembentukan kompleks, seperti sitrat dan tartrat, sering ditambahkan untuk pencegahan endapan hidroksida logam. Buffer NH3-NH4Cl dengan pH 9 sampai 10 sering digunakan untuk logam yang membentuk kompleks dengan amoniak (Underwood, 1994).
b. Titrasi kembali, digunakan apabila reaksi antara kation dengan EDTA lambat atau apabila indicator yang sesuai tidak ada. EDTA berlebih ditambahkan berlebih dan yang bersisa dititrasi dengan larutan standar Mg dengan menggunakan calmagnite sebagai indicator. Kompleks Mg-EDTA mempunyai stabilitas relative rendah dan kation yang ditentukan tidak digantikan dengan magnesium. Cara ini dapat juga untuk menentukan logam dalam endapan, seperti Pb di dalam PbSO4 dan Ca dalam CaSOa (Underwood, 1994).
c. Titrasi substitusi, berguna bila tidak ada indicator yang sesuai untuk ion logam yang ditentukan. Sebuah larutan berlebih yang mengandung kompleks Mg-EDTA ditambahkan dan ion logam, misalnya M2+, menggantikan magnesium dari kompleks EDTA yang relative lemah itu (Underwood, 1994).
d. Titrasi secara tidak langsung, beberapa jenis telah dilaporkan, antara lain penentuan sulfat dengan menambahkan larutan baku barium berlebihan dan menitrasi kelebihan tersebut dengan EDTA. Juga pospat sudah ditentukan setelah pengendapan sebagai MgNH4PO4 yang tidak terlalu sukar lanrt lalu menitrasi kelebihan Mg (Underwood, 1994).
e. Cara titrasi alkalimetri, dengan menambahkan larutan Na2H2Y berlebihan kepada larutan analat yang bereaksi netral. Ion hydrogen yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku basa. (Underwood,1994)
Ø Kestabilan Kompleks
Kestabilan suatu kompleks jelas akan berhubungan dengan (a) kemampuan mengkompleks dari ion logam yang terlihat, dan (b) dengan cirri khas ligan itu, yang penting untuk memeriksa faktor-faktor ini dengan singkat.
(a) Kemampuan mengkompleks logam-logam digambarkan dengan baik menurut klasifikasi Schwarzenbach, yang dalam ganis besarnya didasarkan atas pembagian logam menjadi asam lewis (penerima pasangan electron) kelas A dan kelas B. Logam kelas A dicirikan oleh larutan afinitas (dalam larutan air) terhadap halogen, dan membentuk kompleks yang paling stabil engan anggota pertama grup table berkala. Kelas B lebih mudah berkoordinasi dengan I- daripada dengan f dalam larutan air dan membentuk kompleks terstabil dengan atom penyumbang kedua dari masing-masing grup itu yakni Nitrogen, Oksigen, dan F, Cl, C, P.
Konsep asam basa keras dan lunak adalah berguna dalam menandai ciri-ciri perilaku penerima pasangan electron kelas A dan kelas B (Vogel, 1994).
(b) Ciri-ciri khas ligan, dapat mempengaruhi kestabilan kompleks diman aligan itu terlibat, adalah (i) kekuatan basa dari ligan itu, (ii) sifat-sifat penyepitan, jika ada, dan (iii) efek-efek sterik (ruang). Efek sterik yang paling umum adalah efek oleh adanya suatu gugusan besar yang melekat pada atau berada berdekatan dengan atom penyumbang. (Vogel, 1994).
Ø Indikator Logam
Indikator logam adalah suatu indicator terdiri dari suatu zat yang umumnya senyawa organic yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa kompleks yang warnanuya berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan bebas. Warna indicator asam basa akan tergantung, pada pH larutannya, sedangkan warna indicator logam sampai batas tertentu bergantung pada pM. Oleh karena itu indicator logam sering disebut sebagai "pM-slustive indicator" atau metalochrome-indikator (syafei, 1998).
Beberapa macam indicator logam yang digunakan adalah sebagai berikut a. Eriochrome Black T
b. Murexide
c. Xylanol Orange (XO)
d. Calmagnite
e. Arsenazo I
f. NAS
g. Pyrocatechol Violet
h. Calcon
Indikator yang banyak  digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah:
a.  Hitam eriokrom
            Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan
indikator ini dilakukan pada pH 10.
b.  Jingga xilenol
            Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu
digunakan pada titrasi dalam suasana asam.
c.  Biru Hidroksi Naftol
            Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 –13 dan menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks dilakukan titrasi kembali.
Ø Indikator untuk Titrasi Khelometrik
Pada dasarnya indikator metalokhromik merupakan senyawa organik berwama, yang membentuk khelat dengan ion logam. Khelatnya harus mempunyai warna lain dari warana indikator bebasnya, dan jika suatu kosong indikator harus dihindari dan titik akhir yang tajam diperoleh, maka indicator harus melepaskan ion logamnya kepada titran EDTA pada suatu harga pM sangat dekat dengan titik ekivalen. Indicator metalokhromik biasa juga mempunyai sifat asam-basa dan tanggap sebagai indikator pH maupun sebagai indikator terhadap PM.






BAB III
ALAT, BAHAN DAN METODE

3.1 Alat Percobaan
            Labu erlenmeyer, Labu ukur, pipet ukur dan volume pipet, buret dan statif, water bath, beaker glass, gelas ukur, neraca analitik
3.2 Bahan Percobaan
Bahan yang digunakan dalam percobaan titrasi kompleksometri diantaranya: larutan baku MgSO4/ZnSO4, aquadest, larutan standar EDTA, indicator logam EBT, larutan buffer salmiak, dan sampel R.
3.3 Metode Percobaan
3.3.1 Prosedur Larutan baku Na2EDTA 0,1 N oleh znSO4/MgSO4
  1. timbang dengan seksama 100 mg ZnSO4
  2. larutkan dalam labu erlenmeyer dengan menggunakan aquadest 25 ml.
  3. Tambahkan larutan buffer salmiak pH 10 sampai pH larutan sampel 10 (3ml)
  4. Tambahakan indikator EBT sebanyak 20 mg.
  5. Titrasi dengan larutan Na2EDTA 0,1 N yang akan dibakukan kembali sampai terjadi perubahan warna larutan ungu menjadi biru.
  6. hitung kadar Na2EDTA 0,1 N sebenarnya.
3.3.2 Prosedur sampel
Larutan:
  1. larutkan sampel dalam labu ukur, dengan aquadest sampai tanda bartas.
  2. Aduk larutan sampel sampai larut sempurna.
  3. Pipet larutan sampel dengan pipet ukur/volume pipet sebanyak 25 ml.
  4. Tambahkan larutan buffer salmiak pH 10 sampai pH larutan sampel 10 (3ml)
  5. tambahkan indikator EBT sebnyak 20 mg
  6. Titrasi denganlarutan Na2EDTA 0,1 N yang akn dibakukan kembali sampai terjaadi perubahan warna larutan dari ungu menjadi biru.
  7. lakukan penetapan kadar ini sebanyak minimal 3 kali.
  8. Hitung % kadar zat aktif dalam sampel.
3.3.3 Prosedur Analisis Menurut Literatur :
-  FI IV Hal 836 : Timbang seksama sejumlah zat setara dengan lebih kurang 170 mg ZnSO4, lrutkan dalam 100 ml air, tambahkan 5 ml larutan dapar amonium hidroksida, amonium klorida LP dan 0,1 ml hitam erikrom LP. Titrasi dengan dinatrium edetat 0,05 M LV hingga warna Biru tua.
      1 ml dinatrium edetat 0,05 M ~! 8,072 mg ZnSO4
-         FI III hal 637-638 : Tibang seksam 300 mg, larutkan dalam 100 mL air tambahakn 5 mL dapar ammonia-amonium klorida p dan 0,1 ml larutan hitam erikrom P titrasi dengan Na2EDTA 0,05M
      1 ml Na2EDTA 0,05M ~ 8,072 mg ZnSO4
Reaksi Pembakuan :

ZnSO4 + H2O à ZnO + H2SO4
ZnSO4 + Na2EDTA à Zn + Na2SO4 EDTA
ZnSO4 + NH4Cl à ZnCl + (NH4)2SO4.





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN




4.1. Pembakuan Larutan baku Na2EDTA dengan MgSO4
     
Na2EDTA
1
2
Awal
0
0
Akhir
43,5
42,2
Terpakai
43,5
42,2

No
Berat MgSO4
Volume Na2EDTA
1
0,05
43,5
2
0,05
42,2


Perhitungan:
Ø      Normalitas Na2EDTA 1 :                              Normalitas Na2EDTA 2 :
                                                       


Normalitas Rata-Rata

v     Jadi Rata-rata Normalitas Na2EDTA adalah 0,058N





4.2. Penetapan kadar sample dalam sediaan obat :

Sample Obat: ZnSO4
            BE ZnSO4 : 161,44


Na2EDTA
1
2
3
Awal
0
8,5
16
Akhir
8,5
17
24,7
Terpakai
8,5
8,5
8,7

            VNa2EDTA rata-rata : 


            Perhitungan kadar :

           

           
           
          
            Kadar Sebenarnya : 650mg
            Persen Kesalahannya:
           
           



Kesimpulan
Kadar sampel : 204,082
% Kesalahan : 63,06%

Tidak ada komentar:

Posting Komentar