Kamis, 03 Maret 2011

Laporan campuran

BAB I
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang
        Larutan dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu bersifat asam, basa, dan netral. Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu dan banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Basa terdapat pada deterjen, obat-obatan dan pasta gigi. Dan asam terdapat pada makanan, minuman kaleng dan buah-buahan.
            Istilah asam (acid) berasal dari bahasa latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa  (alkali) berasal dari bahasa Arab yang berasrti abu. Dan juga sudah lama diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan.Kini telah tersedia cara praktis untuk menunjukkan keasaman atau kebasaan, yaitu dengan menggunakan indikator asam-basa. Indikator asam-basa adalah zat-zat warna yang mampu menunjukkan warna berbeda dalam larutan asam dan basa. Salah satu indicator adalah kertas lakmus dan indikator universal

1.2. Tujuan
            Adapun tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui molaritas suatu asam atau basa dengan menggunakan metoda Titrasi Asam Basa (Alkalimetri) 
2. Melakukan titrasi untuk menentukan kosentrasi dan kadar suatu larutan beserta grafiknya.
3. Untuk mengetahui cara analisis/ penetapan kadar zat/ obat dalam sediaan farmasi dengan menggunakan metode Campuran.

BAB II
LANDASAN TEORI


2.1. METODE VOLUMETRI
a. Definisi 
            Volumetri adalah analisis kuantitatif yang didasarkan pada jumlah atau volume suatu larutan yang telah diketahui konsentrasinya yang diperlukan untuk bereaksi sempurna dengan sejumlah komponen larutan yang belum diketahui konsentrasinya. Suatu metode titrimetrik untuk analisis kuantitatif didasarkan pada reaksi
a A + t T    à   produk
pada reaksi diatas sejumlah a molekul analit  A akan bereaksi dengan sejumlah t molekul titran T. Titran T ditambahkan sedikit demi sedikit menggunakan alat yang disebut buret. Baik analit atau titran yang digunakan harus berupa larutan standar yang sudah diketahui  konsentrasinya. Titran dimasukkan sedikit demi sedikit sampai setara dengan analit atau sampai pada titik ekivalen.  Untuk mengetahui apakah jumlah titran sudah setara dengan analit maka digunakan indikator.
            Indikator akan memberi perubahan warna jika jumlah titran sudah setara dengan jumlah analit. Kelebihan penambahan titran hendaknya sebisa mungkin diupayakan sekecil mungkin untuk memperkecil kesalahan. Karena jika titran ditambahkan terlalu banyak dapat menyebabkan terjadinya over titration. Perubahan warna dapat terjadi pada atau tidak pada titiik ekivalen. Titik dimana indikator berubah warna disebut dengan titik akhir.
            Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melaksanakan metode volumetri adalah sebagai berikut :
1. Reaksi harus dapat berlangsung cepat sehingga perubahan yang terjadi dapat langsung diamati
2. Reaksi kimia yang berlangsung harus sesuai dengan persamaan reaksi tertentu dan tidak menghasilkan produk sampingan
3. Reaksi pembentukan produk dapat berlangsung sempurna  pada titik akhir titrasi atau dengan kata lain ketatapan kesetimbangan reaksi sangat besar.
4. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat tercapainya titik ekuivalen
5. Harus ada indikator untuk mengetahui terjadinya perubahan yang menunjukkan bahwa reaksi berlangsung sempurna.

b. Klasifikasi
Beberapa klasifikasi volumetri adalah sebagai berikut :
• Berdasarkan reaksi kimia :
1. Reaksi asam – basa (reaksi netralisasi)
2. Reaksi oksidasi – reduksi 
3. Reaksi pengendapan
4. Reaksi pembentukan kompleks
• Berdasarkan cara titrasi :
1. Titrasi langsung
2. Titrasi kembali (titrasi balik/residual titration)
• Berdasarkan jumlah sampel :
1. Titrasi makro
2. Titrasi semimikro
3. Titrasi mikro

c. Titran
            Titran adalah suatu larutan yang mengandung reagensia dengan konsentrasi yang telah diketahui. Dalam proses titrasi, titran ditambahkan sedikit demi sedikit kedalam larutan yang belum diketahui konsentrasinya melalui alat yang disebut biuret.
            Syarat-syarat suatu larutan dapat menjadi titran yaitu :
1. Larutan harus benar-benar dalam keadaan murni dengan kadar pengotor < 0,02%
2. Larutan harus stabil secara kimiawi, mudah dikeringkan dan tidak bersifat higroskopis
3. Larutan memiliki berat ekivalensi yang besar, sehingga meminimalkan kesalahan akibat penimbangan.
            Analisa titrimetri merupakan satu bagian utama kimia analisis dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi-reaksi kimia. Analisis titrimetri didasarkan pada reaksi kimia sebagai berikut:
aA + tT         hasil
dengan a adalah molekul analit A yang bereaksi dengan t molekul pereaksi T sampel. Pereaksi T, yang disebut  titran, ditambahkan sedikit demi sedikit, biasanya dari dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Pereaksi T ini disebut larutan standar dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses yang disebut standardisasi.
            Penambahan titran diteruskan sampai sejumlah T yang secara kimia setara dengan A, sehingga dikatakan telah tercapai  titik ekivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui akhir penambahan titran digunakan suatu zat yang disebut  indikator, yang menandai kelebihan titran dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik ekivalensi. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut  titik akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir sedekat mungkin ke titik ekivalensi.
            Dengan  memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu merupakan salah satu aspek yang penting dari analisis titrimetri. Istilah titrasi merujuk ke proses  pengukuran volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalensi. Selama bertahun-tahun digunakan istilah analisa volumetri bukannya titrimetri. Tetapi dari titik pandang yang teliti, lebih disukai istilah “titrimetri” karena pengukuran volume tidaklah terbatas pada titrasi. Misalnya dalam analisis-analisis tertentu orang mungkin mengukur volume gas.
            Berdasarkan reaksi kimianya, titrimetri dikelompokkan dalam empat  jenis.
1.  Asam-basa (netralisasi). Terdapat sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditetapkan dengan titrimetri. Jika HA menyatakan asam yang akan ditetapkan dan BOH basanya, reaksinya adalah :
      Umumnya titran adalah larutan standar elektrolit kuat, seperti NaOH dan HCl.
2. Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-reduksi digunakan secara meluas dalam analisis titrimetri.
3.  Pengendapan. Pengendapan kation perak dengan anion halogen merupakan prosedur titrimetri yang meluas penggunaannya. Reaksinya adalah :
      Dimana X-dapat berupa klorida, bromida, iodida, atau tiosianat (SCN-).
  1. Pembentukan kompleks. Suatu contoh reaksi dimana terbentuk suatu  kompleks stabil antara ion perak dengan sianida :
Pereaksi organik tertentu, seperti asam etilen diamina tetra asetat (EDTA), membentuk kompleks stabil dengan sejumlah ion logam dan digunakan secara meluas untuk penetapan titrimetri logam-logam ini.
Berdasarkan cara titrasinya, titrimetri dikelompokkan menjadi:
1.  Titrasi langsung. Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan
2.  Titrasi tidak langsung. Cara ini dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain, volume titrasi yang didapat menunjukkan jumlah ekuivalen dari kelebihan titran, sehingga diperlukan titrasi blanko. 
Bobot Ekuivalen (BE)
Bobot ekuivalen adalah bobot satu ekuivalen suatu zat dalam gram.
Persamaan :     
Keterangan :    
BM             =   Berat molekul
Ekivalensi = Jumlah mol ion hidrogen, elektron, atau kation univalen yang
diberikan atau diikat oleh zat yang bereaksi.
            Bobot ekuivalen suatu zat yang terlibat dalam suatu reaksi, yang digunakan sebagai dasar untuk suatu titrasi, didefinisikan sebagai berikut:
a.  Asam-basa. Bobot gram ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) suatu zat yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol H+

Contoh 1. Hitunglah bobot ekuivalen SO3 yang digunakan sebagai asam  dalam larutan air, asam ini akan memberikan  dua proton
Karena 1 mol SO3 berkewajiban memberikan 2 mol H+, maka 
 

b.  Redoks. Bobot ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) suatu zat yang  diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol elektron. 
Contoh 2. Hitunglah bobot ekuivalen Na2C2O4, zat pereduksi, dan K2Cr2O7,
zat pengoksid, dalam reaksi berikut:
Banyaknya alektron yang diperoleh atau diberikan dapat ditetapkan dari perubahan bilangan oksidasi atau reaksi paruh. Reaksi paruhnya adalah:
Ion oksalat memberikan dua elektorn dan ion dikromat memperolah enam elektron, maka
c.  Pengendapan atau pembentukan kompleks. Bobot gram-ekuivalen adalah bobot dalam gram (dari) zat itu yang diperlukan untuk memberikan atau bereaksi dengan 1 mol kation univalen, ½ mol kation divalen,1/3 kation trivalen dan seterusnya
Contoh 3. Hitunglah bobot ekuivalen AgNO3 dan BaCl2 dalam reaksi
Satu mol perak nitrat memberikan 1 mol kation univalen, Ag+; 1 mol BaCl2   bereaksi dengan 2 mol Ag+, karena itu:
 

Menyatakan Kadar Larutan
            Kadar suatu zat yang terkandung dalam suatu sampel dapat dinyatakan dengan beberapa satuan, antara lain:
-      persen bobot per bobot (% b/b), artinya jumlah gram zat dalam 100 gram  larutan atau campuran 
-     persen bobot per volume (% b/v), artinya jumlah gram zat dalam 100 ml larutan, sebagai pelarut dapat digunakan air atau pelarut lain
-     persen volume per volume (% v/v), artinya jumlah ml zat dalam 100 ml larutan Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah padat, yang dimaksud adalah  b/b, untuk larutan dan suspensi suatu zat padat dalam cairan yang dimaksud adalah b/v, untuk larutan cairan di dalam cairan adalah v/v, dan untuk larutan gas dalam cairan adalah b/v.
Cara Perhitungan Kadar
            Secara teoritis, titrasi dihentikan pada saat tercapai titik ekuivalensi. Pada saat titik tersebut, jumlah gram ekuivalensi (grek) titrat sama dengan jumlah gram ekuivalensi (grek) titran, sehingga dapat diturunkan rumus sebagai berikut:
Atau jadi, 
jika sampel dalam bentuk cairan, maka kadar dinyatakan dalam %b/v, sehingga   rumus kadar menjadi:

2.2. PENGGOLONGAN TITRASI BERDASARKAN REAKSI
 Penggolongan titrasi dapat dibedakan menjadi beberapa macam  yaitu:
2.2.1. Penggolongan berdasarkan reaksi kimianya :
1. Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)
      Reaksi asam-basa didasarkan pada proses netralisasi. Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan haruslah bersifat asam, begitu pula sebaliknya.
      Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
• Asidimetri, adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku asam sebagai titran . Secara teori reaksi asidimetri digambarkan melalui persamaan.
BOH + H3O+        B+ + H2O
• Alkalimetri, adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku basa sebagai titran . Secara teori reaksi alkalimetri digambarkan melalui persamaan
HA + OH-            A- + H2O
2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)
Pada reaksi redoks ini yang terjadi adalah reaksi antara senyawa atau ion yang bersifat oksidator sebagai analit dengan senyawa atau ion yang bersifat reduktor sebagai titran, begitu pula sebaliknya.
Berdasarkan larutan bakunyang digunakan, titrasiolsidasi-reduksi dibagi atas :
• Oksidimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat sebagai oksidator. Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah :
1.      Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
2.       Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
3.       Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4
4.       Iodimetri, larutan bakunya : I2

• Reduksimetri, adalah metode titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakanbersifat sebagai reduktor. Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah : Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O
3. Reaksi Pengendapan (presipitasi)
Pada reaksi pengendapan, yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan endapan. Yang termasuk titrasi pengendapan adalah :
• Argentometri, larutan bakunya : AgNO3
 • Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2 atau logam raksa itu sendiri
4. Reaksi pembentukan kompleks (kompleksometri)
Titrasi pembentukan kompleks (kompleksometri) digunakan untuk menetapkan kadar ion-ion alkali dan alkali tanah atau ion-ion logam. Larutan bakunya adalah EDTA
2.2.2. Penggolongan berdasarkan cara titrasinya :
1. Titrasi langsung (iodimetri), mengacu pada titrasi dengan suatu larutan baku iod standar.
2. Titrasi tidak langsung (iodometri), berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
2.2.3. Penggolongan berdasarkan jumlah sampel :
1. Titrasi makro
Jumlah sampel : 100 – 1000 mg
Volume titran : 10 – 20 mL
Ketelitian biuret : 0,02 mL

2. Titrasi semi mikro
Jumlah sampel : 10 – 100 mg
Volume titran : 1 – 10 mL
Ketelitian biuret : 0,001 Ml

3. Titrasi mikro
Jumlah sampel : 1 – 10 mg
Volume titran : 0,1 – 1 mL
Ketelitian biuret : 0,001 Ml

2.3. LARUTAN BAKU
            Larutan baku adalah larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan tepat dan teliti sebelum dilakukan proses titrasi. Larutan baku dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah berat tertentu bahan kimia atau senyawa pada sejumlah berat tertentu pelarut yang sesuai. Akan tetapi metode tersebut tidak dapat diterapkan secara umum karena senyawa kimia yang memiliki kemurnian yang tinggi sedikit.  Larutan baku biasanya juga disebut dengan istilah larutan standar. Satuan larutan baku biasanya menggunakan mol (molaritas) atau N (normalitas).
Ada dua macam larutan baku, yaitu:
1. Larutan Baku primer
            Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, yaitu dengan dilakukan penimbangan zat pereaksi tersebut secara teliti dan dilarutkan dalam pelarut dengan volume tertentu.
Contoh: K2Cr2O7, As2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Syarat-syarat larutan baku primer:
• mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120℃) dan disimpan dalam keadaan murni.
• tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
• zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
• sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
• zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
• reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
2. Larutan baku sekunder
            Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.
Contoh: AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2

Syarat-syarat larutan baku sekunder:
• derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
• mempunyai berat ekivalensi (BE) yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
• larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
            Senyawa atau bahan kimia yang digunakan untuk membuat larutan baku dinamakan senyawa baku. Senyawa baku dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Senyawa baku primer
         Adalah bahan (senyawa) dengan kemurnian tinggi yang digunakan untuk membakukan larutan standar dan untuk membuat larutan baku yang konsentrasi larutannya dapat dihitung dari hasil penimbangan senyawa dan volume larutan yang akan dibuat.
                  Contoh : H2C2O4 . 2H2O, Asam Benzoat (C6H5COOH), Na2CO3, K2Cr2O7, As2O3, KBrO3, KIO3, NaCl.
   Syarat-syarat baku primer :
• Diketahui dengan pasti rumus molekulnya
  Mudah didapat dalam keadaan murni dan mudah dimurnikan 
• Stabil, tidak mudah bereaksi dengan CO2, cahaya dan uap air
• Mempunyai Mr yang tinggi.
2. Senyawa baku sekunder
                  Adalah bahan (senyawa) yang telah dibakukan sebelumnya oleh senyawa baku primer kareana sifatnya yang tidak stabil, kemudian digunakan untuk membakukan larutan standar. Contoh : larutan natrium tiosulfat pada pembakuan larutan iodium.

2.4. TITIK EKUIVALEN
            Adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stoikiometri antara zat yang dianalisis (titrat) dan larutan standar yang digunakan (titran).

2.5. TITIK AKHIR TITRASI
Adalah titik dimana terjadi perubahan secara visual yang jelas (biasanya perubahan warna atau kekeruhan) pada indikator yang menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yang dianalisis (titrat) dan larutan standar yang digunakan (titran).
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa. Kebanyakan pada proses titrasi, titik ekuivalen ini tidak dapat diamati. Oleh karena itu perlu bantuan senyawa lain yang dapat menunjukkan kapan titrasi harus dihentikan. Senyawa ini dinamakan indikator.

2.6. KESALAHAN TITRASI
            Adalah perbedaan hasil yang didapatkan pada suatu proses titrasi yang disebabkan oleh suatu hal. Titik akhir titrasi akan berbeda dengan titik ekivalen. Biasanya kurangnya ketelitian dalam penimbangan titran atau pengamatan titrat menyebabkan terjadinya kesalahan pada proses titrasi.

2.7. PERUBAHAN YANG DAPAT DIAMATI DI TITIK EKUIVALEN
            Suatu titrasi dikatakan telah selesai dengan sempurna jika telah dicapai titik ekuivalen. Untuk mengetahui tercapainya titik ekuivalen tersebut diperlukan adanya suatu indikator. Dengan penambahan indikator, maka akan dapat diketahui perubahan apa yang terjadi setelah proses titrasi. Perubahan itu biasanya berupa perubahan warna dan perubahan kekeruhan dari larutanyang dititrasi.

            Analisis kuantitatif fokus kajiannya adalah penetapan banyaknya suatu zat tertentu (analit) yang ada dalam sampel. Analisis kuantitatif terhadap suatu sampel terdiri atas empat tahapan pokok:
1.  Pengambilan atau pencuplikan sampel (sampling), yakni memilih suatu sampel yang mewakili dari bahan yang dianalisis.
2.  Mengubah analit menjadi suatu bentuk sediaan yang sesuai untuk pengukuran.
3.  Pengukuran.
4.  Perhitungan dan penafsiran pengukuran.
            Langkah pengukuran dalam suatu analisis dapat dilakukan dengan cara-cara kimia, fisika, biologi. Teknik laboratorium dalam analisis kuantitatif digolongkan ke dalam titrimetri (volumetri), gravimetri dan instrumental. Analisis titrimetri berkaitan dengan pengukuran volume suatu larutan dengan konsentrasi yang diketahui yang diperlukan untuk bereaksi dengan analit. Pada cara gravimetri pengukuran menyangkut pengukuran berat. Istilah analisis instrumental berhubungan dengan pemakaian peralatan istimewa pada langkah
pengukuran.
             Metode yang baik dalam suatu analisis kuantitatif seharusnya memenuhi kriteria yaitu:
1.  Peka (sensitive), artinya metode harus dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa dalam konsentrasi yang kecil. Misalnya pada penetapan kadar zat-zat beracun, metabolit obat dalam jaringan dan sebagainya.
2.  Presisi (Precise), artinya dalam suatu seri pengukuran (penetapan) dapat diperoleh hasil yang satu sama yang lain hampir sama.
3.  Akurat (Accurate), artinya metode dapat menghasilkan nilai rata-rata (mean) yang sangat dekat dengan nilai sebenarnya (true value).
4.  Selektif, artinya untuk penetapan  kadar senyawa tertentu, metode tersebut tidak banyak terpengaruh oleh adanya senyawa lain yang ada.
5.  Praktis, artinya mudah dikerjakan serta tidak banyak memerlukan waktu dan biaya. Syarat ini perlu sebab banyak senyawa-senyawa yang tidak mantap apabila waktu penetapan terlalu lama.
            Pemilihan metode yang memenuhi semua syarat di atas hampir tidak mungkin kita peroleh, sehingga perlu kita pilih kriteria yang sesuai dengan keadaan sampel yang kita uji. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode analisis adalah tujuan analisis, macam dan jumlah bahan yang dianalisis, ketepatan dan ketelitian  yang diinginkan, lamanya waktu yang diperlukan untuk analisis, dan peralatan yang tersedia. Misalnya apabila sampel terlalu kecil kadarnya, maka sensitivitas menjadi dasar pemilihan metode analisis. Kriteria utama yang perlu diperhatikan dalam suatu analisis adalah  ketepatan, ketelitian, dan selektifitas.


BAB III
ALAT,BAHAN DAN METODE



 
3.1 Alat Percobaan:
Buret, Klem buret dan statif, Labu takar, Gelas ukur, Beaker Glass, Erlenmeyer, Pipet volume, Pipet, Botol semprot, Stirrer, Tempat es, Ubin keramik 
3.2. Bahan Percobaan.
3.2.1. Titrasi Nitrimetri:
Larutan baku NaNO2 0,1N, Asam sulfanilat, kBr, Etanol. 96%, HCl 4N, Indikator treopeolin oo + metilen blue ( 5:3), Es batu (penangan es), Aquadest.
3.2.2. Titrasi Redoks :
Larutan baku KlO3, Larutan baku KBrO3 0,1 N, KI, KBr, Kloroform (CHCl3), Metal merah, Larutan amilum, HCl 4N, Aquadest.

3.3.Metode Percobaan
3.3.1. pembakuan larutan baku NaNO2 oleh asam sulfanilat.
  1. toimbang dengan seksama 100 mg asam oksalat.
  2. Larutkan dalam labu Erlenmeyer dengan menggunakan aquadest 25 mL.
  3. Tambahkan HCl 4N sebanyak 5 mL.
  4. Tambahkan indicator campur tropeolin oo + metilen blue (5:3)
  5. Dinginkan sampai suhu 15oC, tambah KBr sebanyak 10 mg jika perlu.
  6. Titrasi dengan larutan NaNO2 0,1N yang akan dibakukan kembali sampai terjadi perubahan warna larutan ungu menjadi biru kehijauan.
  7. hitung kadar NaNO2 0,1 N sebenarnya.
3.3.2. Pembakuan larutan baku Na2S2O2 0,1 N oleh KlO3 0,1N/KBrO3.
1.      pipet 35 mL larutan baku KBrO3 atau KlO3.
2.      Tambahkan H2SO4 2N sebanyak 5 mL dan Kl/KBr sebanyak 5 gram.
3.      Titrasi dengan larutan Na2S2O2 0,1 N yang akan dibakukan kembali sampai muncul warna kuning pucat.
4.      Tambahkan larutan amilum à biru, lanjutkan titrasi hingga warna biru hilang.

3.3.3. Penetapan sample :
  1. Aduk atau gerus sampai homogen.
  2. Timbang sebanyak 1 gram sample dalam kertas perkamen.
  3. Masukan sample ke dalam labu Erlenmeyer.
  4. Tambahkan pelarut yang sesuai sebanyak 25 mL.
3.3.4. Penetapan Kadar Menurut Literatur
Parasetamol (BM : 151,16)
Cara Nitrimetri : Sejumlah 1k 500 mg zat ditimbang seksama dimasukan dalam labu titrasi selama 30 menit, dinginkan, tambahkan KBr 5 gram treopeolin oo 5 tetes dan metilen blue 3 tetes. Titrasi dengan larutan NaNO2 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari ungu ke biru.
Reaksi kimia Parasetamol:














Kafein  (BM : 194,19)
Cara Redoks : Kedalam labu ukur 100 mL masukan 200 mg zat murni dilarutkan dalam 20 mL air dan 5 mL H2SO4 4N. Tambahakn 50 mL larutan iodium 0,1N dan 20 mL larutan NaCl jenuh, lalu air add 100,0 mL.kocok dan diamkan selama 5 menit,saring melalui kertas saring (seharusnya glass woll),25 mL filtrate pertama dibuang. Pipet 20,0 mL filtrate dan titrasi dengan larutan thio 0,1N dengan indicator amilum. Harus dilakukan orientasi, karena dinyatakan pemakaiaan thio harus antara 4,5-6,0 mL 0,1N (konsentrasi yang masih ada dalam larutan = konsentrasi akhir, harus ± 0,01 N).
Reaksi kimia Kafein:





BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1. Hasil Percobaan Parasetamol
      Cara Nitrimetri :
            4.1.1. Pembakuan Larutan baku NaNO2 oleh Asam sulfanilat 0,1 N
     
NaNO2
1
2
Awal
0
0
Akhir
5
5,6
Terpakai
5
5,6

No
Berat Asam sulfanilat
Volume NaNO2
1
100 mg
5
2
111 mg
5,6

            Perhitungan:
Ø      Normalitas NaNO21:                         Normalitas NaNO2 2 :
                                                 
            Normalitas Rata-Rata : 
           
v     Jadi Rata-rata Normalitas NaNO2adalah 0,1042N

4.1.2.      Penetapan kadar sample dalam sediaan obat :
Sample Obat: Parasetamol
            BE Parasetamol : 151,16
NaNO2
1
2
Awal
0
0
Akhir
13
13
Terpakai
13
13

            V NaNO2 rata-rata : 
            Perhitungan kadar :
            I
           
           
            Kadar Sebenarnya : 15,97%
            Persen Kesalahannya:
           


4.2.      Penetapan Kadar Kafein.
         Cara Redoks :
      4.2.1. Pembakuan Larutan baku Na2S2O3 oleh KIO3 0,1 N
     
Na2S2O3
1
2
Awal
0
0
Akhir
13,45
21,35
Terpakai
13,45
21,35

No
Berat KIO3
Volume Na2S2O3
1
0,05
13,45
2
0,05
21,35


            Perhitungan:
Ø      Normalitas Na2S2O3 1:                                  Normalitas Na2S2O3 2 :
                                                  

Normalitas Rata-Rata : 

v     Jadi Rata-rata Normalitas Na2S2O3 adalah 0,0955N

4.2.2. Penetapan kadar sample dalam sediaan obat :
Sample Obat: Kafein
            BE Kafein : 194,19

Na2S2O3
1
2
Awal
0
0
Akhir
10,5
10,5
Terpakai
10,5
10,5

No
Berat Asam Benzoat
Volume Na2S2O3
1
1000 mg
10,5
2
1000 mg
10,5

            Perhitungan kadar :

           

            Kadar Sebenarnya : 11,6%
            Persen Kesalahannya:
           
            Kesimpulan :
-      Kadar Parasetanol : 19,65 %
% Kesalahan : 23,04%
-      Kadar Kafein : 20,04 %
% Kesalahan : 82,61 %

Tidak ada komentar:

Posting Komentar